Universitas Bandar Lampung dan Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan Riset Bersama tentang Rancang Bangun Mesin Pengemasan Otomatis Obat Radiofarmaka 153Sm-EDTMP untuk Terapi Paliatif Kanker pada Tulang.

Riset bersama tersebut telah dilaksanakan di Laboratorium Mekatronika Universitas Bandar Lampung di Kota Bandar Lampung dan Laboratorium Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri BRIN di Serpong, Tangerang Selatan. Kegiatan riset Bersama ini difasilitasi oleh hibah pendanaan Matching Fund Kedaireka tahun 2022.

Tim Peneliti dari dosen UBL antara lain Ketua Tim (Riza Muhida, Ph. D), bersama anggota Tim Peneliti diantaranya, Ayu Kartika Puspa, M. Kom, Bambang Pratowo, MT, dan Kunarto, MT.

Sedangkan dari BRIN sebagai anggota tim peneliti adalah, Diandono Kuntjoro Yoga,Aceu Turyana,Agus Arianto, Bisma Baron Patrianesa, Fyndi Abdi Wibowo, dan Aulia Arivin Billah.

Menurut Kepala Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tita Puspitasari, BRIN menyambut baik Kerjasama dengan Universitas Bandar Lampung (UBL), dan diharapkan agar hasil riset ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan produksi Samarium-153-EDTMP.

Rapat pembahasan rancangan Mesin Pengemasan Otomatis Obat Radiofarmaka untuk Terapi Paliatif Kanker pada Tulang, antara UBL, PRTRRB BRIN di area Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK), Serpong, Tangerang Selatan, Tanggal 29 Agustus 2022.

Ketua Tim Peneliti sekaligus Dosen UBL ,Riza Muhida, Ph. D menjelaskan bahwa Berdasarkan Yayasan Kanker Indonesia, kanker tulang merupakan satu dari enam kanker yang cukup banyak menyerang anak-anak di Indonesia.Kanker tulang terjadi akibat adanya pertumbuhan sel tulang yang abnormal kemudian menyebabkan tumor ganas pada tulang yang dapat menghancurkan jaringan tulang normal. Pasien kanker tulang dengan kondisi sel kangker yang sudah menyebar di tulang atau metastase seringkali mengalami rasa nyeri yang hebat.

Pada umumnya pasien akan meminum obat pereda rasa nyeri untuk meredamnya dan biasanya dihilangkan dengan pain kliller berupa obat analgetik dari golongan narkotika seperti morfin. Akan tetapi golongan obat narkotika ini membuat pasien jadi ketergantungan.

Untuk mengatasi ketergantungan terhadap senyawa analgetik ini maka Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat obat radiofarmaka yang bernama Samarium-153-EDTMP yang merupakan senyawa radiaktif yang sudah dimodifikasi sehingga dapat digunakan sebagai terapi pengobatan.

Pembuatan Samarium-153-EDTMP saat ini masih menggunakan cara manual yang mengakibatkan meningkatnya jumlah paparan radiasi yang diterima pekerja yang akan meningkatkan resiko terhadap keselamatan pekerja radiasi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan proses pembuatan 153Sm-EDTMP secara otomatis, apabila prosesnya bisa cepat maka selain akan mengurangi paparan radiasi, juga akan mempercepat waktu pengantaran dan meningkatkan lama waktu penggunaan 153Sm-EDTMP bagi pasien karena waktu paruhnya hanya 46,3 jam.

Berlatarbelakangi hal tersebut, maka Universitas Bandar Lampung (UBL) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan riset Bersama agar proses pembuatan 153Sm-EDTMP dapat dilakukan secara otomatis sehingga mengurangi paparan radiasi bagi para pekerja pembuatnya.

Lebih rinci, Riza mengatakan penelitian Bersama ini sudah dirintis sejak tahun 2021 dan berlanjut hingga tahun ini.

Kegiatan yang dilakukan selain rancang bangun, juga kegiatan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diiskuti oleh 12 orang mahasiswa UBL, yang ikut serta melakukan penelitian.

Masih kata Riza, bahwa Kanker tulang dapat menyerang jaringan tulang mana saja di seluruh tubuh, yaitu pada tulang padat, tulang rawan (kartilago), jaringan serat dan jaringan dalam sumsum tulang.

Obat radiofarmaka 153Samarium-EDTMP (Ethylene Diamine Tetra Methyl Phosphonate) adalah bentuk sediaan farmasi yang mengandung senyawa radioaktif yang diberikan ke dalam tubuh manusia untuk terapi mengurangi rasa sakit pada penderita kanker yang telah bermetastasis ke tulang.

Sebagai pereda rasa sakit 153Sm-EDTMP ini dapat meredakan rasa sakit hingga 80 persen.

Dibandingkan pereda rasa sakit lain seperti jenis Opioid (misalnya Morfin) yang dosisnya makin meningkat dan efektif dalam waktu 1 hari, 153Sm-EDTMP memiliki keunggulan yaitu bisa meredakan rasa sakit selama 1 s.d 2 bulan tergantung kondisi pasien serta dosis yang diberikan.

Produk 153Sm-EDTMP hasil litbang Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka dan Biodosimetri (PRTRRB), Organisasi Riset Tenaga Nuklir, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah dipasarkan oleh PT Kimia Farma dengan nama T-Bone Kaef. T-Bone Kaef sudah dimanfaatkan oleh banyak pasien di 5 (lima) rumah sakit di Indonesia, yaitu RSUP Dr Kariadi Semarang, RSUP Hasan Sadikin Bandung, RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RS Siloam Semanggi (MRCCC) Jakarta. Potensi pasar 153Samarium-EDTMP cukup besar karena masih banyaknya jumlah penderita kanker di Indonesia pada saat ini.

Peningkatan permintaan produksi 153Sm-EDTMP berarti peningkatan frekuensi proses maupun volume batch.

Karena 153Sm-EDTMP merupakan senyawa bertanda yang memacarkan radiasi radioaktif, maka peningkatan frekuensi produksi maupun volume batch produksi akan mengakibatkan meningkatnya jumlah paparan radiasi yang diterima pekerja yang akan meningkatkan resiko terhadap keselamatan pekerja radiasi.

Anggota Tim Peneliti dari BRIN Diandono Kuntjoro Yoga, menambahkan Proses produksi 153Sm-EDTMP saat ini masih menggunakan cara manual. Salah satu tahap dalam proses produksi 153Sm-EDTMP yang cukup rumit dan memakan banyak waktu adalah yaitu proses pengemasan/packaging (Dispensing) yaitu memasukkan hasil pencampuran akhir ke botol-botol vial. Hal ini berbahaya karena petugas akan terkena paparan radiasi.

Oleh sebab itu, Pengerjaan pengemasan yang memakan waktu tersebut akan mengakibatkan meningkatnya jumlah paparan radiasi yang diterima pekerja dan tentunya akan meningkatkan resiko terhadap keselamatan pekerja radiasi.

Sehingga, perlu dilakukan proses pengemasan (Dispensing) 153Sm-EDTMP secara otomatis, apabila prosesnya bisa cepat maka selain akan mengurangi paparan radiasi, juga akan mempercepat waktu pengantaran dan meningkatkan lama waktu penggunaan 153Sm-EDTMP bagi pasien karena waktu paruhnya hanya 46,3 jam.

Untuk memecahkan masalah tersebut, lanjut Riza perlu dibuat mesin otomatis untuk pengemasan obat radiofarmaka 153Sm-EDTMP ke dalam botol vial sehingga siap didistribusikan. “Keunggulan dari inovasi ini adalah mengurangi paparan radiasi bagi pekerja, lebih presisi dan meningkatkan kecepatan produksi,” pungkas Riza. (*)

sumber : https://radarlampung.disway.id/read/657774/ubl-riset-bersama-prtrrb-brin-rancang-bangun-mesin-pengemasan-otomatis-obat-radiofarmaka/15